Sebuah Kisah Nyata
Mengawali tulisan ini, MinGo mau share tentang sebuah kisah nyata. Sebuah grup telegram premium membagikan stockpick sejumlah saham yang “diprediksi” akan naik dan memberikan beberapa kalimat alasan/narasinya. Dari 500 member yang ada, ada yang berterima kasih karena mendapat untung, ada yang untung banyak, tapi ada juga yang untung cuma sedikit, sebagian ada yang tidak mendapat untung, dan bahkan ada yang mengaku rugi. Padahal 500 orang ini membaca tulisan yang sama, dan dibagikan di jam yang sama. Mengapa bisa demikian?
Ini terjadi karena respon yang dilakukan investor dalam bertransaksi beli-jual dalam grup tersebut tidak semuanya seragam. Mengapa? karena psikologis dari masing-masing member bisa berbeda satu dengan yang lain. Ada yang percaya saja lalu langsung membeli, ada yang merasa “lebih pintar” lalu membeli hanya sebagian bukan membagi pro-rata saham yang direkomendasikan, ada pula yang baru membeli ketika sudah naik banyak. Demikian pula ketika menjual. Respon yang berbeda juga muncul ketika harga belum mencapai target tapi ada guncangan karena berita makro, maka ada pula yang melepas duluan. Sebagian membeli dengan mengetahui why, sebagian lagi tidak peduli apa why-nya. Keputusan transaksi ini sangat berkaitan erat dengan psikologi dalam berinvestasi.
Maka selain melakukan DD terhadap saham-saham yang berpotensi, adalah menjadi beban kami untuk belajar bersama dan sharing kepada para pembaca sekalian tentang konsep berinvestasi. Dengan memiliki konsep yang sesuai, kita akan mendapat bekal untuk psikologi dan kontrol emosi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan.
Konsep Investasi
Ketika seseorang membeli saham pada suatu emiten, artinya kita sedang ikut membeli bagian dari bisnis tersebut. Membeli bisnis pada suatu harga saat ini (present value) dan mengharapkan imbal hasil melalui sejumlah arus kas di masa mendatang yang dihasilkan bisnis tersebut. Bahkan jika saham itu merupakan saham tipe early growth, kita memproyeksikan pada beberapa tahun kemudian (t) akan menghasilkan arus kas untuk pemegang sahamnya. Sangat jarang di dunia nyata, orang mau meminjamkan sejumlah uang tanpa mengharapkan imbal hasil apa-apa. Tetapi ketika membeli aset finansial, banyak yang melakukannya walaupun IRR dari transaksi tersebut negatif, karena membeli saham yang sudah sangat overvalued.
Dalam jangka pendek, ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi harga saham, misalnya berita/sentimen pasar, faktor makro, ataupun intervensi dari market maker. Namun secara jangka panjang, umumnya saham yang likuid akan merefleksikan nilai perusahaan tersebut. Dalam asset class yang tidak likuid, bisa saja nilai aset akan tetap undervalued dalam jangka panjang; kita sering melihat ini kan di bursa lokal? atau saat berupaya menjual properti? Ada saham yang “selalu murah” karena memang di-set demikian oleh market maker. Kondisi ini berbeda di pasar yang lebih efisien dan likuid seperti bursa di Amerika Serikat. Ketika suatu saham undervalued terlalu lama, biasanya akan ada activist investor yang akan mengumpulkan saham dalam jumlah cukup, lalu melakukan campaign. Campaign tadi bisa banyak cara, misalnya dengan mengganti manajemen, melakukan usul-usul untuk perbaikan usaha. Dan akhirnya saham akan bergerak naik. Contohnya seperti yang dilakukan Dan Loeb dari Third Point pada saham Intel. Sayangnya hal ini masih belum lazim di Indonesia.
Dalam kondisi yang lebih fair, dan market yang efisien, kita akan memiliki peluang lebih baik untuk berhasil dalam investasi, jika posisi kita sebagai ritel.
Ketika kita mengerti investasi adalah membeli bisnis, maka kita akan terhindar dari beberapa kesalahan klasik.
Kesalahan pertama: Tertipu Metrik Bisnis
Kalau membeli hanya melihat PER PBV, tanpa mengerti bisnis perusahaan tersebut, ada kemungkinan kita membeli justru di momen yang salah. Perusahaan komoditas di late cycle akan memiliki angka PER yang rendah dan kelihatan murah. Misalnya kita membeli di PER 5x, lalu tahun ini ternyata harga komoditasnya mulai menurun, sehingga laba menurun, maka forward PER tadi bukan 5 bisa jadi 50x! Sebaliknya juga kita akan mengabaikan saham-saham yang justru ada pada posisi early growth karena metrik sederhana tadi terlihat jelek.
Kesalahan kedua: Meminjam Conviction
Kembali kepada kisah di awal tulisan ini. Kita bisa saja ikut membeli stockpick tersebut, tetapi jika kita tidak mengerti alasan why, kita tidak akan memiliki conviction, sehingga volatilitas perubahan harga akan membuat kita susah tidur; dan akhirnya kita jual-beli justru di momen yang tidak tepat.
Kesalahan ketiga: FOMO
Membeli suatu aset karena iri melihat orang dapat untung besar dari aset tersebut, melihat aset tersebut terus mendapat publikasi di media.. besar kemungkinan anda menjadi bagholder (yang bagian cuci piring). Bukankah itu terjadi dengan saham suatu perusahaan farmasi, bank “digital”, tambang nikel di Indonesia baru-baru ini?
Memulai Perjalanan Investasi
Anda termasuk orang yang beruntung! Belajar dari kesalahan orang lain merupakan cara belajar yang lebih murah dibandingkan harus mengalami sendiri kesalahan besar. Perjalanan investasi kami dimulai dari tidak mengerti, mengalami kesalahan-kesalahan, sampai mengerti tentang konsep yang benar, mengalami ketidakefisienan pasar, dan akhirnya memutuskan untuk ekspansi ke market internasional —bersyukur, 5 tahun terakhir membukukan CAGR rerata 38% per tahun, dan kuartal I ini membukukan 40% return ytd untuk portfolio internasional. Semua kami lakukan dengan penyusunan portfolio yang hati-hati dan tingkat resiko yang disesuaikan.
Keputusan bodoh dapat membawa kita mundur bahkan sampai satu dekade (nominal kekayaan jatuh lagi ke level 10 tahun lalu). Menghindari kesalahan merupakan hal yang amat penting dibanding hanya mengejar return dengan sembrono. Ingat, perjalanan investasi kita bukan lomba siapa menang-siapa kalah dengan orang lain; tetapi sebuah lari marathon, di mana ukurannya adalah kita membandingkan dengan diri kita pada beberapa periode sebelumnya, apakah sudah lebih maju?
Kami berharap newsletter ini akan membantu perjalanan kita bersama dalam berinvestasi, sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan yang sifatnya fatal.
Salam Investigo.